Indonesia gagal ke Piala Dunia 2026 usai kalah dari Arab Saudi dan Irak ronde empat kualifikasi zona Asia. Proyek ambisius yang mengandalkan naturalisasi besar-besaran ternyata belum cukup untuk meloloskan skuad Garuda.
Kebijakan naturalisasi bukanlah barang baru bagi PSSI. Kepemimpinan era Mochammad Iriawan sudah melakukannya, bahkan sebelum itu. Namun fokusnya bergeser dari yang semula banyak ‘merekrut’ pemain asing yang berkiprah di Liga Indonesia kini mencari pemain keturunan atau bahasa kerennya, diaspora.
Jordi Amat, Sandy Walsh, dan Shayne Pattynama adalah diaspora yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) selama Iwan Bule, panggilan akrab Iriawan, memimpin PSSI. Lalu ada juga Elkan Baggott yang ibunya masih orang Indonesia serta Marc Klok yang menjadi WNI via jalur residen lima tahun.
Namun saat Erick Thohir menggantikan Iwan Bule pada awal 2023, kebijakan naturalisasi kian ‘digalakkan’. Eks Presiden Inter Milan itu memilih ‘membangun’ sepak bola nasional dari top level ketimbang dari akar rumput. Alasannya yakni mengejar prestasi.
Tercatat ada 17 pemain diaspora yang diberi status WNI untuk memperkuat timnas, semuanya dari Belanda, termasuk Jay Idzes, Maarten Paes, Ole Romeny, hingga yang terbaru Miliano Jonathans. Itu belum menghitung Adrian Wibowo yang lahir di Amerika Serikat dari ayah orang Surabaya serta Emil Audero yang lahir di Mataram namun pernah memperkuat Italia di level U-21.
Para pemain diaspora ini biasanya direkrut sebelum jeda internasional, sehingga mereka bisa langsung dimainkan membela timnas. Sejak ronde pertama hingga ronde empat, mereka telah hadir dalam skuad Indonesia dengan jumlah yang kian banyak.
Kualitas yang dinilai lebih baik dari didikan lokal membuat banyak dari mereka menjadi pilihan utama. Dalam sebuah pertandingan, biasanya 8-9 pemain diaspora menjadi starter, baik saat masih dilatih Shin Tae-yong maupun kini bersama Patrick Kluivert.
Kehadiran mereka membuat Indonesia naik kelas sampai titik tertentu. Garuda mampu menang atas lawan-lawan yang dulu susah (bukan tidak bisa) dikalahkan, seperti Vietnam di ronde dua, lalu Bahrain dan China di ronde tiga. Bahkan Arab Saudi pun sukses dibungkam untuk pertama kalinya.
Tim sekelas Irak, Australia, sampai Jepang sempat dibuat panik, namun tak sampai menghadirkan kejutan. Di sinilah letak masalahnya. Indonesia masih belum mendobrak level atas Asia.
Masih ada perbedaan jurang antara Indonesia dengan para raksasa Asia yang menjadi langganan Piala Dunia. Bahkan saat kuota jatah untuk benua kuning ditambah menjadi 8+1, Garuda tetap tak bisa mengambil sisa slot yang ada karena masih ada tim lain di atas Indonesia.
Ronde empat adalah sebuah tahap yang belum pernah dicapai sebelumnya, dan itu perlu diapresiasi. Namun lolos ke Piala Dunia rupanya membutuhkan kualitas skuad yang lebih baik dari saat ini, dan itu perlu dievaluasi.
Pemain diaspora/keturunan/naturalisasi yang memperkuat Timnas Indonesia selama Kualifikasi Piala Dunia 2026: